Unduh Aplikasi Guru Binar
Pendidikan
Author : Jenny Elfrida Naibaho
Editor :

Apakah Saya Seorang Guru?

APAKAH SAYA SEORANG GURU?

Oleh: Jenny Gichara


Pertanyaan ini akan menjadi sebuah refleksi yang kuat untuk seorang guru.  Ya, apakah  saya sungguh seorang guru? Guru yang bagaimana? Guru inspiratif atau guru biasa saja? Lalu, apakah yang harus saya lakukan sebagai guru? Cukupkah menjadi pengajar atau pendidik saja seumur hidup? Ternyata banyak hal yang harus dilakukan. 

Pernah mendengar percakapan seperti di atas?

“Pak Didik, tahun depan saya mau berhenti  menjadi guru,” kata Pak Toto.

“Lho, kenapa? Bukannya dari dulu itu cita-cita Pak Toto?” balas Pak Didik.

“Ah, kebetulan saja saya diterima jadi guru di sini. Tapi, lama-kelamaan hidup says sepertinya semakin sulit saja bila terus menjadi guru.”

“Terus, apa yang ingin Bapak lakukan?”

“Saya mau berdagang saja supaya hidup saya lebih berkembang. Eh, tapi, bagaimana dengan Pak Didik sendiri?”

“Saya masih terus ingin mengajar karena saya sangat mencintai anak-anak dan pekerjaan saya,” jawab Pak Didik mantap.

Pertanyaan Apakah Saya Seorang Guru? sangat  menggelitik pikiran meskipun seseorang sudah bertahun-tahun menjadi guru. Apakah saya sudah menjadi guru yang baik dan kompeten? Apakah cita-cita saya memang menjadi guru? Pasti ada rasa bahagia ketika para siswa lulus dengan nilai terbaik. Terlebih lagi bila mereka diperlengkapi seperangkat budi pekerti yang luar biasa. Sungguh itu kebahagiaan tak ternilai bagi seorang guru karena tidak akan tergantikan oleh apa pun.

Kehidupan Guru

Coba perhatikan kembali kehidupan guru masa kini dengan segala persoalannya sampai terkadang mereka meragukan keguruannya sendiri. Benarkah saya seorang guru? Inikah panggilan saya? Tidakkah saya salah pilih? Atau, jangan-jangan saya baru saja lari dari pekerjaan yang tidak saya sukai sehingga sulit pindah ke bidang lain?

Kisah tipe para guru berikut ini mungkin dapat menjawab kegundahan hati  para guru.

1.      Leoni sudah menjadi guru selama 10 tahun. Ia paham betul dengan muatan  kurikulum. Ia sangat menguasai metode pembelajaran, cara belajar aktif dan interaktif, menguasai kelas dengan baik, serta dapat menyelesaikan setiap  persoalan muridnya. Benturan terjadi ketika ia harus berhadapan dengan masalah finansial karena belum punya  rumah sendiri.

2.      Berbeda dengan Pak Marbun yang meskipun sudah bertahun-tahun menjadi wakil kepala sekolah, tidak pernah diberi kesempatan untuk diangkat menjadi kepala sekolah tanpa alasan yang pasti. Rupanya dewi fortuna belum berpaling kepadanya. Namun, Pak Marbun tetap bertahan dan setia dengan pekerjaannya.   

3.      Begitu pula dengan Ibu Cintya. Meskipun sudah menunjukkan prestasi yang baik selama beberapa tahun di sekolah, ia tidak pernah dipromosikan naik ke jenjang yang lebih tinggi. Gajinya pun tidak berubah secara signifikan dari tahun-tahun. Hal itulah yang membuatnya galau sehingga memutuskan pindah atau alih profesi supaya kehidupannya bisa berubah.

4.      Bapak Heri juga mengalami masalah berbeda. Ia sering bosan mengajar sehingga timbul masalah di kelasnya, baik terhadap siswa, orang tua, maupun sesama guru. Tampaknya, ia kurang peduli dengan anak-anak sehingga manajemen kelasnya sangat kacau. Kata-kata yang diucapkannya tidak membangun, dan bahkan sering membunuh karakter siswa. Sayangnya, pihak yayasan sekolah masih punya hubungan keluarga dengan Pak Heri sehingga terus dipertahankan menjadi guru.

Beberapa contoh kasus di atas menunjukkan betapa bervariasinya kehidupan para guru. Pertanyaan penting adalah, mengapa mereka terus bertahan? Jawabannya pun tentu  bisa berbeda-beda.

Tipe Pertama, mengajar seharusnya menjadi panggilan hidup bagi seorang guru. Meskipun tidak mendapat gaji yang tinggi dan fasilitas mewah, menghadapi anak-anak bermasalah dengan tingkat stres berbeda, sang  guru terus bertahan karena menyadari panggilannya sebagai guru. Jawaban ini menjadi kunci bagi seorang guru sejati yang tidak terlalu memperhitungkan segala sesuatu dalam menjalani hidupnya.

Tipe Kedua, sang guru tetap bertahan karena mungkin ia merasa tidak mampu bersaing di tempat lain. Meskipun tampaknya setia, tipe guru seperti ini hanya pasrah menunggu nasib atau berharap suatu hari akan terjadi  mujizat untuk mengubah hidupnya.

Tipe ketiga, guru bisa saja sedang menunggu waktu yang tepat untuk beranjak ke tempat lain. Setelah semua beres, golongan ini akan hengkang juga pada waktunya. Peristiwa ini menggambarkan guru yang masih ragu-ragu akan panggilannya.

Tipe Keempat, guru tetap bertahan karena ada ikatan kekerabatan, terlepas seperti apa pun bentuknya. Hal  terpenting baginya ia dapat bekerja di sekolah dan terus setia meskipun kurang memberi kontribusi. Artinya, guru tipe ini tidak bekerja berdasarkan kompetensinya, melainkan karena faktor kekerabatan sehingga sulit mendeteksi panggilan keguruannya. Mereka dapat dikategorikan sebagai guru tanpa panggilan sehingga sering mengalami kebosanan. Di mana posisi Anda sekarang?

 

Mundur atau Maju?

Pernahkah Anda membayangkan situasi mundur atau maju menjadi guru? Apakah Anda sudah terlanjur melangkah jauh atau sedang berjalan di tempat? Apakah Anda menjadi guru hanya karena faktor kebetulan atau karena tidak ada pekerjaan yang lebih baik di luar sana? Apakah semangat Anda kendor ketika menyaksikan impian tidak sesuai dengan kenyataan? Apakah Anda menyerah saat berhadapan dengan siswa yang nakal, berkebutuhan khusus, atau slow learner? Apakah Anda akan mundur ketika rekan kerja berubah menjadi singa mengaum yang siap menerkam dan mendepak Anda agar keluar dari sekolah? Jawablah seluruh pertanyaan ini sehingga dapat diputuskan apakah Anda benar seorang guru atau tidak.  

Sinergi Sekolah dengan Stakeholder

Di samping kehidupan guru, kita juga harus mengingat sekolah atau yayasan tempat berpijak para guru. Sekolah sebagai rumah kedua akan menjadi tuntutan di zaman ini. Namun, harapan ini akan menjadi mimpi buruk bila sekolah, yayasan, atau bahkan pemerintah sendiri tidak sepaham dengan tujuan pendidikan dalam mencerdaskan bangsa, bertaqwa, dan berkarakter. Sekolah bisa menjadi tempat yang nyaman bila sekolah dan faktor pendukung (stakeholder) (guru, pemerintah, dan orangtua) mampu menyamakan visi dan misi sekolah. Sekolah dapat memperkuat visi dan misinya dengan menggembleng para guru dalam menyamakan persepsi dunia pendidikan.

Orang tua sebagai mitra menjadi catatan sendiri bagi kita.  Sudah bukan zamannya lagi orang tua hanya menitipkan anak ke sekolah dengan berharap mereka akan diubahkan para guru tanpa kerja sama dengan orang tua. Orang tua perlu memandang guru sebagai mitra dalam mengasuh, mendidik, dan mengajar anak-anak mereka.  

Mampu Mengajar

Setiap guru sebaiknya mampu mengajar. Sekolah tidak akan mempekerjakan guru yang tidak kompeten mengajar. Oleh karena Anda sebagai orang tua sudah mendaftarkan anak ke suatu sekolah, secara otomatis orang tua hendaknya percaya bahwa guru mampu membimbing dan mendidik anak-anak yang dipercayakan padanya.  

Selain mampu mengajar dan kreatif, seorang guru juga harus memiliki kompetensi pedagogi (kemampuan mengelola pembelajaran siswa) sebagai berikut.

1.      Memahami karakteristik siswa.

2.      Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat untuk menetapkan kebutuhan belajar siswa.

3.      Memahami  cara dan kesulitan belajar siswa.

4.      Mampu mengembangkan potensi siswa.

5.      Menguasai prinsip belajar-mengajar.

6.      Mampu mengembangkan kurikulum dengan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

7.      Mampu merancang dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar yang mendidik.

8.      Mampu menilai proses dan hasil pembelajaran mengacu kepada tujuan pendidikan (Munif, 2011).

Sseorang guru pasti mampu mengajar. Ia adalah ahli strategi yang handal dan terpercaya. Seorang guru memiliki 3 kompetensi yang mutlak: kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian (mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik serta berakhlak mulia), dan kompetensi profesional. Kompetensi profesional meliputi  penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam hingga guru dapat membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan, seperti metodologi dasar keilmuan, penguasaan materi ajar dan mengembangkan kurikulum, aktivitas belajar-mengajar, dasar kegiatan ekstrakurikuler, dan penilaian.

Panggilan Hati

  Seorang guru juga harus mempunyai panggilan hati untuk mengajar dan berkomitmen. Bila tidak, sekolah hanya akan menjadi proyek rutinitas yang membosankan karena guru menganggap akan memandang siswa sebagai obyek penderita, bukan pribadi yang unik dan berharga. Saat menghadapi siswa bermasalah, sang guru tidak akan mundur atau menyalahkan keadaan, tetapi terus berjuang terus untuk mendapatkan solusi yang tepat bagi anak didiknya. Saat berkomitmen, sang guru paham betul dengan tugas utamanya sebagai pendidik sehingga bertanggung jawab untuk menuntaskannya tanpa terpengaruh oleh situasi apa pun.

Model, Fasilitator, Konselor, dan Pemikir

Seorang guru adalah model bagi para siswa sekaligus fasilitator yang siap mengembangkan proses belajar-mengajar secara dinamis, berkarakter, kreatif, takut akan Tuhan, dan mencerdaskan siswa. Dengan model yang baik, siswa akan terpengaruh menjadi baik pula, baik dari segi pengetahuan, tuturkata, dan karakter.

Seorang fasilitator bukan sekadar penceramah yang baik. Tugasnya memberikan fasilitas kepada siswa untuk bekerja dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilannya melalui tugas, proyek atau percobaan. Siswa akan mampu menghasilkan sesuatu saat difasilitasi oleh gurunya. Fasilitator tidak hanya mendidik dengan pengetahuan, melainkan juga dengan keterampilan. Setelah itu, ia akan membiarkan anak didiknya bekerja individu atau berkelompok untuk mengalami pembelajaran bermakna dalam kehidupannya sehari-hari (authentic learning).

Guru adalah pribadi yang selalu ingin belajar (tidak pernah puas), tertib membuat rencana pembelajaran, bersedia diobservasi, tertantang meningkatkan kualitas dan kreativitas, dan memiliki karakter mulia.  Ia juga seorang konselor yang sabar sehingga ketika menasihati, siswa merasa nyaman dan tenang di hadapannya.

Seorang guru adalah pemikir yang memiliki kerendahan hati karena dekat dengan sang pencipta (Tuhan). Kesadaran bahwa ia tidak mampu melakukan sesuatu tanpa pertolongan Tuhan akan membawanya ke tingkat kerendahan hati yang siap menjadi pemimpin yang takut akan Tuhan.

Guru yang takut akan Tuhan dapat menebarkan ‘roh’ itu kepada siswa sehingga menjadi siswa yang takut akan Tuhan. Sekolah bisa menjadi gersang bila keberadaan Tuhan diabaikan dalam proses pendidikan sehari-hari. Sangat disayangkan bila saat ini sudah banyak sekolah yang menghapus pelajaran agama di sekolah dan menggantikannya dengan pelajaran etika dan moral semata. Saat terbaik bagi anak untuk mengenal Tuhan justru di mulai dari jenjang pendidikan dasar. Anak-anak yang diajarkan nilai rohani sejak dini akan bertumbuh menjadi anak ilahi yang rendah hati dan mengagumi kebesaran Pencipta sehingga selalu bersyukur atas segala hal yang terjadi dalam kehidupannya.

JENNY GICHARA

Pengajar dan Penulis

Tangerang – Banten

 


 

 

 

 

Sumber dan referensi :

Seluruh materi yang terkandung dalam website ini dilindungi oleh Hak Cipta, dan tidak dapat diproduksi ulang, dipublikasi kembali, didistribusikan kembali, dikirimkan, ditampilkan, disebarluaskan atau dipergunakan dengan cara apapun tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak Guru Binar.
Nama dan logo dari Guru binar serta hal-hal lain terkait merek, nama usaha dan hak kekayaan intelektual lainnya merupakan milik Guru binar dan tidak dapat digunakan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Guru Binar. Sebagai catatan, beberapa konten yang tertera dalam website ini mungkin tunduk pada ketentuan hak cipta pihak ketiga lainnya.
Seluruh data dan informasi yang diberikan oleh pengguna/peserta hanya akan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan program Guru Binar atau terkait dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh Guru Binar, dan tidak akan disebarluaskan, dialihkan, diberikan kepada pihak lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada pihak manapun tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemilik data dan informasi, kecuali jika dibutuhkan untuk urusan proses hukum yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia. Guru Binar akan melakukan upaya optimal untuk memastikan keamanan dan kerahasiaan data yang diberikan.