Author : adammonot
Editor : Zemy Nur Putri
Menjadi Guru di Sekolah Penggerak
Sejak tanggal 30 April 2021 SMA Negeri 1 Kalianget ditetapkan sebagai
sekolah penggerak berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia
Dini, Pendidikan Dasar, Dan Pendidikan Menengah Nomor 6555/C/HK.00/2021 Tentang
Penetapan Satuan Pendidikan Pelaksana Sekolah Penggerak angkatan 1. Penetapan
ini berdasarkan hasil tes seleksi yang telah dilalui oleh SMA Negeri 1
Kalianget dan dinyatakan lulus. Sejak tanggal inilah SMA Negeri 1 Kalianget
melaksanakan program sekolah penggerak berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 162/M/2021.
Berdasarkan surat keputusan tersebut di atas pada tahun pelajaran 2021/2022
SMA Negeri 1 Kalianget melaksanakan dua kurikulum. Kelas XI dan XII tetap
melaksanakan kurikulum 2013 sedangkan kelas X (fase E) melaksanakan kurikulum
sekolah penggerak (merdeka) waktu itu. Seiring perjalanan waktu, untuk
mempersiapkan pelaksanaan kurikulum sekolah penggerak guru guru mata pelajaran
mendapatkan pelatihan sebagai komite pembelajar dari Direktur Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Dan Pendidikan Menengah. Guru mata
pelajaran yang terpilih sebagai komite pembelajar adalah Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Seni
Budaya, Fisika. Kimia, Biologi, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi,
Bimbingan Konseling, TIK dan Muatan Lokal.
Mengawali tahun pelajaran 2021/2022 guru bimbingan konseling melaksanakan
asesmen diagnostik. Asesmen diagnostik ini dilakukan untuk memetakan gaya
belajar peserta didik di kelas X (Fase E). Pemetaan ini juga memudahkan guru
mata pelajaran untuk mengetahui karakteristik gaya belajar peserta didik yang
ada di masing masing kelas. Gaya belajar ini menjadi hal utama yang perlu
diketahui oleh guru mata pelajaran dalam rangka implementasi rencana
pembelajaran, materi dan media pembelajaran di kelas. Guru mata pelajaran dalam
implementasi kurikulum sekolah penggerak (merdeka) juga perlu mempersiapkan
administrasi pembelajaran, mulai dari program tahunan, program semester,
capaian pembelajaran, alur tujuan pembelajaran, modul ajar dan lembar kegiatan
peserta didik.
Kurikulum
sekolah penggerak (merdeka) menuntut guru untuk tidak sekedar menjadi seorang
pengajar melainkan sebagai pendidik dan pendorong kreativitas peserta didik.
Kurikulum sekolah penggerak (merdeka) memberikan keleluasaan pada guru untuk
menyusun alur tujuan pembelajaran dan modul ajar mata pelajarannya. Alur tujuan pembelajaran dan modul
ajar ini merupakan bagian terpenting dalam perangkat pembelajaran guru sebagai
implementasi kurikulum sekolah penggerak (merdeka). Pada awal implementasinya
banyak guru mata pelajaran yang mengalami kesulitan dalam menyusun alur tujuan
pembelajaran dan modul pembelajaran. Kesulitan ini sedikit demi sedikit dapat
diatasi karena guru guru mata pelajaran yang tergabung dalam komite
pembelajaran melakukan kolaborasi dengan musyawarah guru mata pelajaran sekolah
berdiskusi dalam penyusunan alur tujuan pembelajaran dan modul ajar. Hasil
diskusi antara komite pembelajaran dengan musyawarah guru mata pelajaran di
sekolah kami akhirnya sampai mampu menghasilkan modul pembelajaran kelas X
(Fase E) untuk semua mata pelajaran.
Pada proses pelaksanaan pembelajaran
di kelas tentunya terdapat perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum
sekolah penggerak (merdeka). Guru harus mengubah pola pembelajaran lama, dimana
guru mendominasi proses pembelajaran pada pola pembelajaran baru sesuai
tuntutan kurikulum sekolah penggerak (merdeka). Pembelajaran di kurikulum
sekolah penggerak (merdeka) adalah pembelajaran yang menekankan pada
keterlibatan siswa secara utuh dalam pembelajaran (student centered) dengan
memperhatikan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Guru harus memberikan
kesempatan penuh pada peserta didik untuk eksplorasi pengetahuan dan
pengalamnnya dalam pembelajaran. Guru bukanlah satu satunya sumber belajar
dalam pembelajaran.
Guru mempersiapkan capaian
pembelajaran, alur tujuan pembelajaran, modul dan lembar kerja peserta didik. Awal
pelaksanaan pembelajaran di kelas X (fase E) di sekolah kami masih terasa
canggung. Guru masih terbiasa menggunakan pola pembelajaran lama, tetapi lambat
laun terjadi perubahan pola pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pembelajaran
menjadi lebih efektif, menyenangkan dan bermakna karena telah mengakomodasi
semua kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Pembelajaran yang kami lakukan
sudah mulai terbiasa melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi dan paradigma
baru.
Asesmen yang dilaksanakan pada
kurikulum sekolah penggerak (merdeka) adalah asesmen formatif dan sumatif. Guru
telah mampu melaksanakan asesmen formatif yang selama ini hampir tidak pernah
dilakukan pada kurikulum 2013. Pelaksanaan asesmen formatif yang kami
laksanakan memberikan acuan pada kami dalam evaluasi terhadap pembelajaran yang
kami lakukan dan perbaikan pembelajaran berikutnya. Asesmen sumatif kami
laksanakan pada saat telah menyelesaikan satu capaian pembelajaran dan akhir
semester pada beberapa capaian pembelajaran. Asesmen yang dilakukan telah
mencakup semua aspek, baik pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Implementasi kurikulum sekolah
penggerak (merdeka) di kelas membutuhkan kehadiran guru yang berkualitas. Pada
kurikulum sekolah penggerak (merdeka), guru yang berkualitas dapat
dikategorikan sebagai guru merdeka. Guru merdeka adalah guru yang memiliki
kebebasan dalam melakukan pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan
pembelajaran di kelas sesuai dengan kebutuhan belajar dan minat peserta
didiknya. Guru merdeka adalah guru yang mampu menjadi pemimpin pembelajaran,
berpihak kepada murid, dan menggerakkan ekosistem pendidikan di sekolahnya.
Situasi sulit juga kami hadapi dalam
pembelajaran proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Hal ini kami katakan
sulit karena masih belum pernah melaksanakan. Merujuk pada panduan pengembangan
proyek profil pelajar pancasila, awalnya kami beranggapan bahwa pembelajaran
proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila cenderung mirip
training-training ala motivator dengan berbagai temanya. Bahkan
pada pembelajaran proyek ini anggapan kami diharapkan guru juga memainkan peran
sebagai perencana proyek, fasilitator, pendamping, nara sumber, supervisor, dan
moderator.
Pada awal pelaksanaan pembelajaran
proyek di sekolah kami terlintas di pikiran kebingungan karena belum memahami
secara utuh tentang panduannya. Seiring berjalannya waktu dan terbitnya panduan
penguatan profil pelajar pancasila, kami melakukan kajian tentang panduan
penguatan profil pelajar pancasila. Kegiatan pertama yang kami laksanakan
adalah melakukan pemilihan tema proyek. Tema yang kami ambil pada tahun
pelajaran 2021/2022 adalah kearigan lokal, gaya hidup berkelanjutan dan
kewirausahaan. Setelah penentuan tema kemudian kami melakukan pembagian
pendamping proyek, yaitu kelompok Bahasa (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Seni Budaya/Prakarya dan Muatan Lokal), kelompok Umum (Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti, PPKn, PenjasOrkes dan Bimbingan Konseling), kelompok IPA
(Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi) dan kelompok IPS (Ekonomi, Sejarah,
Geografi dan Sosiologi). Langkah selanjutnya yaitu pembagian tema kepada masing
masing kelompok dalam satu kelas sehingga dalam satu kelas ke tiga tema dapat
terwakili. Pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kalianget menggunakan
sistem blok, dimana pelaksanaan tersendiri dalam bulan tertentu dalam setiap
semesternya. Hal ini kami lakukan demi efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
pembelajaran proyek. Pada semester ganjil kami menjadwalkan di bulan oktober
dan bulan maret di semester genap.
Pada bulan Oktober dan maret kegiatan pembelajaran difokuskan pada
pelaksanaan proyek penguatan profil pelajar pancasila. Guru melakukan pendampingan
kelompok, mulai dari kegiatan merencanakan, melaksanakan dan melaporkan hasil
proyek kelompoknya. Kendala baru muncul lagi terkait dengan proses penilaian
proyek masing masing peserta didik pada tiap kelompok. Beberapa pendamping
beranggapan bahwa penilaian proyek sama dengan penilaian pembelajaran
intrakurikuler sedangkan sebagian lagi beranggapan bahwa penilaian proyek
didasarkan pada implementasi profil pelajar pancasila dalam bentuk diskripsi
ketercapaian. Terbitnya surat Keputusan Kepala Badan
Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, Dan Teknologi Nomor 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, Dan Sub
Elemen Profil Pelajar Pancasila Pada Kurikulum Merdeka memberikan pemahaman
pada kami dalam melakukan penilaian proyek penguatan profil pelajar pancasila.
Pelaksanaan kurikulum sekolah
penggerak (merdeka) di SMA Negeri 1 Kalianget memberikan pengalaman berharga
bagi kami para guru. Awalnya, dengan munculnya kurikulum sekolah penggerak
(merdeka), guru ketakutan akan kehilangan jam mengajar karena struktur kurikulum
mengisyaratkan tidak ada lagi penjurusan. Pelaksananaan pembelajaran
dilaksanakan dengan paradigma baru/ berpusat pada peserta didik dan
berdiferensiasi, yang sebenarnya sudah pernah dilaksanakan oleh guru pada saat
menerapkan model pembelajaran inovatif pada kurikulum 2013. Guru disibukkan
dengan banyaknya administrasi pembelajaran yang sebenarnya sama atau bahkan
lebih fleksibel daripada kurikulum 2013. Pada kurikulum sekolah penggerak
(merdeka) tidak ada lagi siswa yang tidak naik kelas, semuanya harus naik
kelas. Hal ini tentunya menimbulkan persepsi yang bermacam macam terutama di
kalangan guru. Seiring waktu dan kesamaan pemahaman maka hal ini dapat
tersamakan. Pelaksanaan pembelajaran proyek pada kurikulum sekolah penggerak
(merdeka) juga meninggalkan sama ketika guru guru akan melaksanakan di awal
pelaksanaan bulan oktober.
Guru di sekolah penggerak
merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan penerapan kurikulum merdeka di
sekolah penggerak. Guru harus mampu menjadi tutor, fasilitator, dan pemberi
inspirasi bagi peserta didiknya sehingga bisa memotivasi peserta didik menjadi peserta
didik yang aktif, kreatif dan inovatif. Konsep merdeka belajar ialah guru
sebagai tenaga pendidik harus mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan
mampu membangkitkan semangat belajar agar peserta didik tidak merasa terbebani
oleh materi disampaikan guru. Untuk itu, guru harus memiliki kecakapan dalam
mengolah materi ajar dengan suasana yang menyenangkan dan memanfaatkan
teknologi sebagai sumber belajar. Tantangan guru dalam penerapan kurikulum
merdeka disekolah penggerak salah satunya guru harus meluangkan waktu untuk
mempersiapkan pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menantang setiap harinya.
Guru harus terlibat dalam proses pengembangan kurikulum untuk menyelaraskan isi
kurikulum dengan kebutuhan peserta didik di kelas.
Kendala lain yang
dihadapi terkait penerapan kurikulum sekolah penggerak yaitu dalam mengajak
guru-guru untuk merubah pemikiran mereka agar keluar dari zona nyamannya,
karena perubahan yang dilakukan kepala sekolah akan sia-sia apabila gurunya
tidak mau berubah. Keberadaan sarana dan prasarana juga sangat menunjang
terhadap keberhasilan implementasi penerapan kurikulum merdeka di sekolah
penggerak. Sarana dan prasarana yang lengkap sangat menunjang terhadap
pelaksanaan kurikulum merdeka di sekolah penggerak terutama dalam ketersediaan
alat-alat IT dan buku bahan referensi peserta didik, karena sekolah penggerak
merupakan awal perubahan menuju digitalisasi sekolah. Proses pembelajaran kurikulum
merdeka pada sekolah penggerak mengacu pada profil pelajar pancasila yang
bertujuan menghasilkan lulusan yang mampu berkompeten dan menjunjung tinggi
nilai-nilai karakter bangsa. Penilaian dalam kurikulum merdeka di sekolah
penggerak yang diterapkan adalah penilaian secara komprehensif yang mendorong
siswa untuk mempunyai kompetensi sesuai dengan bakat dan minatnya tanpa
membebani siswa dengan ketercapaian skor minimal yang harus ditempuh siswa atau
dikatakan tidak ada lagi KKM dalam kurikulum merdeka. Guru merdeka bebas dalam
melakukan penilaian.
Menjalankan peran sebagai guru saja
sulit malah ditambahi peran lainnya. Alih-alih memfasilitasi pembelajaran, yang
ada nantinya pembelajaran akan menjadi garing, maksud dan tujuan belajar tidak
jelas, materi tidak tersampaikan dan hasil pembelajaran tidak tercapai. Memang
guru-guru diberi kewenangan untuk memilih dan menentukan pengorganisasian,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan semangat Kurikulum
Merdeka. Tetapi dengan rendahnya kompetensi guru, bisa jadi sangat sulit untuk
membuat modul proyek pembelajaran. Apalagi, boleh dikatakan, proyek penguatan
Profil Pelajar Pancasila seperti mata pelajaran yang baru, guru-guru belum
pernah memiliki pengalaman untuk mengajarkannya.
Sumber dan referensi :
-
Seluruh materi yang terkandung dalam website ini dilindungi oleh Hak Cipta, dan tidak dapat diproduksi ulang, dipublikasi kembali, didistribusikan kembali, dikirimkan, ditampilkan, disebarluaskan atau dipergunakan dengan cara apapun tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak Guru Binar.
Nama dan logo dari Guru binar serta hal-hal lain terkait merek, nama usaha dan hak kekayaan intelektual lainnya merupakan milik Guru binar dan tidak dapat digunakan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Guru Binar. Sebagai catatan, beberapa konten yang tertera dalam website ini mungkin tunduk pada ketentuan hak cipta pihak ketiga lainnya.
Seluruh data dan informasi yang diberikan oleh pengguna/peserta hanya akan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan program Guru Binar atau terkait dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh Guru Binar, dan tidak akan disebarluaskan, dialihkan, diberikan kepada pihak lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada pihak manapun tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemilik data dan informasi, kecuali jika dibutuhkan untuk urusan proses hukum yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia. Guru Binar akan melakukan upaya optimal untuk memastikan keamanan dan kerahasiaan data yang diberikan.